Minggu, 06 Maret 2016

Tercaci Pada Saat Memberi

Seorang perempuan mungil yang bernama Andini. Terlahir dari keluarga yang sederhana. Pada umur 3 tahun, Andini sangat aktif dengan piano pemberian dari bundanya. Bundanya sangat antusias untuk mengajarkannya, hingga akhirnya umur 6 tahun Andini sudah mampu memainkan lagu Ibu Kita Kartini. Bertahun-tahun Andini sering memainkan pianonya dan bundanya pun memberikan sebuah organ juga. Untuk memacu talentanya Andini. Andini hanya belajar dari seorang bunda yang sangat hebat. Hingga SD, SMP dan SMA Andini selalu memimpin paduan suara dengan menggunakan pianonya. Terkadang sembari sesekali Andini mengajarkan bakatnya kepada teman-temannya.

Pada saat SMA, Andini mulai menginginkan memainkan piano dengan mahir seperti idolanya yaitu Purwacaraka. Tetapi Andini tak punya banyak uang untuk dapat kursus dengan purwacaraka.
Bagi Andini, piano adalah teman hidupnya. Mampu mengartikan suasana hatinya dari denting piano yang dia mainkan. Hingga akhirnya banyak anak-anak yang menginginkan belajar private bersama Andini. Dan Andini pun tak mampu menolaknya. Karena Andini pun sangat senang mereka ingin belajar bersamanya. Mereka belajar dirumah Andini walau terkadang Andini yang mendatangi rumah mereka.

Berawal dari hobby yang akhirnya menjadi tambahan uang saku bagi Andini, bahkan untuk menjadi tabungan Andini. Suatu hari Andini diminta salah satu guru di SD untuk mengajarkan kesenian di sebuah SD Negeri di sebuah kota tangerang. Setelah Andini mengajar, anak-anak pun sangat antusias dalam belajar piano dan pianika serta paduan suara yang Andini pimpin. Andini mengajar sama sekali tidak mengharapkan gaji oleh SD tersebut, karena Andini hanya ingin memberikan ilmunya dan Andini dapat menjadi orang yang bermanfaat untuk oranglain.

Setelah seminggu Andini mengajar di SD tersebut, sang kepala sekolah menyindirnya dengan sedikit cacian yang membuat hati Andini sakit. Bahwa Andini ini tidak mempunyai kemampuan apa-apa untuk murid-murid dan Andini pun masih seorang murid di SMA. Jadi Andini sangat tidak layak menjadi pengajar di SD. Sakit dan Marah adalah perasaan Andini yang dirasakannya. Andini pun dikeluarkan dari sekolah dasar tersebut dan fokus belajar seperti biasa di SMA nya. 

Tetapi sang ibunda Andini tidak menyerah, akhinya meminta Andini untuk mengajar di sekolah bundanya. Anak-anak pun lebih antusias. Karena Andini pun mengajarkan tari tradisional. 
Suatu ketika itu ada perlombaan paduan suara, tarian, dan kesenian lainnya tingkat kecamatan. Andini mengajarkan semua apa yang ia bisa. Hingga murid-murid mampu bersaing di dalam perlombaan. Dan SD nya bunda pun menang. Dan dilirik oleh kepala sekolah SD Negeri yang pernah mencaci Andini. Dan kepala sekolah pun menanyakan kepada bundanya Andini, siapakah yang mengajarkan kesenian pada anak-anak murid SD nya?

Bundanya Andini pun menjelaskan bahwa Andini lah yang telah mengajarkan semuanya. Tersontaklah kepala sekolah tersebut dan meminta Andini untuk mengajar di SD nya. Tetapi dengan secara halus dan sopan Andini menolaknya. Karena Andini sudah mengajar kesenian di SD bundanya Andini. Di luar jam sekolah efektif dan Andini pun dapat belajar di SMA dengan baik.
Berawal dari hobby dan berakhir dengan baik. Menjadi seorang pengajar piano di Sekolah Dasar, Bahkan Andini lulus sekolah SMA, Andini mampu mengajar di SMP dan mencoba untuk mengajar di SMA tetapi setelah Andini lulus Perguruan tingginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar